Diposting oleh gadiesz on 13.41

KETIKA SI UPIK TAK JUGA BISA MEMBACA

Jangan pernah memberi stempel "anak bodoh" jika si Kecil tertinggal pelajaran di sekolah. Bisa jadi, ia menderita kesulitan belajar. Tapi tak perlu cemas, karena sejumlah pesohor dunia ternyata penderita kesulitan belajar ketika kecil.

Si Upik sudah duduk di kelas 3 SD, tetapi kenapa, ya, dibandingkan teman-teman sekelasnya, dia belum lancar membaca? Bahkan untuk membedakan antara huruf B dan D saja tidak bisa. Ya. Keluhan yang dialami Upik bukan tidak mungkin terjadi pada anak Anda. Jika demikian, bukan tidak mungkin Si Upik mengalami kesulitan belajar atau Learning Disorders (LD).

KLIK - Detail Menurut psikolog anak dan keluarga, Anna Surti Ariani, Psi, LD merupakan hambatan atau gangguan belajar pada anak dan remaja yang ditandai adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf intelegensi dan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai.

"Hal ini disebabkan gangguan di dalam sistem saraf pusat otak (gangguan neurobiologis) yang dapat menimbulkan gangguan perkembangan seperti gangguan perkembangan bicara, membaca, menulis, pemahaman, dan berhitung," ujar psikolog yang akrab disapa Nina ini. Dan karena berpusat dari saraf, LD tak bisa dicegah.

Apakah anak yang mengalami LD berarti kecerdasannya kurang? Tidak. "Paling tidak kecerdasan mereka normal. Anak yang kecerdasannya kurang biasanya di berbagai aspek dia memang kurang. Sedangkan pada kasus LD, dia hanya kurang atau lemah di salah satu aspek sedangkan aspek lain, bagus."

Meskipun begitu, jika tidak ditangani dengan baik dan benar, LD akan menimbulkan berbagai bentuk gangguan emosional (psikiatrik) yang akan berdampak buruk bagi perkembangan kualitas hidup penderita LD di kemudian hari.

DISLEKSIA
Disleksia adalah gangguan akan kemampuan membaca, yaitu kemampuan membaca anak berada di bawah kemampuan seharusnya, dengan mempertimbangkan tingkat inteligensi, usia, dan pendidikannya.

Gangguan ini bukan bentuk dari ketidakmampuan fisik, seperti masalah penglihatan, tetapi mengarah pada bagaimana otak mengolah dan memproses informasi yang sedang dibaca anak tersebut. Kesulitan ini biasanya baru terdeteksi setelah anak memasuki dunia sekolah untuk beberapa waktu.

Disleksia disebabkan adanya masalah di bagian otak, yang mengatur proses belajar. Faktor genetik atau keturunan juga berperan. Misalnya, jika seorang ayah susah membaca atau mengalami disleksia, bukan tidak mungkin si anak akan mengalami kesulitan serupa.

Ciri-ciri disleksia :
- Kesulitan dalam mengurutkan huruf-huruf dalam kata.
- Kesulitan merangkai huruf-huruf dan kadang ada huruf yang hilang.
- Sulit membedakan huruf. Anak bingung menghadapi huruf yang mempunyai kemiripan bentuk seperti b - d, u - n, m - n.
- Sulit mengeja kata atau suku kata dengan benar. Misalnya, sulit membedakan huruf-huruf pada kata 'soto' dan 'sate'.
- Membaca satu kata dengan benar di satu halaman, tapi salah di halaman lainnya.
- Kesulitan memahami apa yang dibaca.
- Sering terbalik dalam menuliskan atau mengucapkan kata. Misalnya, 'hal' menjadi 'lah.
- Terdapat jarak pada huruf-huruf dalam rangkaian kata. Tulisannya tidak stabil, kadang naik, kadang turun.

Anak baru bisa didiagnosis disleksia atau tidak saat anak di usia SD, yaitu sekitar 7-8 tahun. Karena di usia balita seorang anak belum ditargetkan untuk bisa membaca. "Jadi, paling tidak ada pengalaman satu atau dua tahun membaca, setelah itu baru dilihat apakah ada kesulitan, baru lalu didiagnosis disleksia," ungkap Nina.

DISGRAFIA
Disebut disgrafia jika mengalami kesulitan dalam menulis yang meliputi hambatan fisik, seperti tidak dapat memegang pensil dengan mantap atau tulisan tangannya buruk. Seperti halnya disleksia, penderita disgrafia juga memiliki masalah di otak.

Ciri-ciri anak yang mengalami disgrafia :
- Ada ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
- Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
- Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
- Anak tampak berusaha keras saat mengkomunikasikan ide, pengatahuan dan perasaannya dalam bentuk tulisan.
- Sulit memegang alat tulis dengan mantap. Seringkali terlau dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
- Cara menulis tidak konsisten.
- Mengalami kesulitan meski hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.

Jika sejak awal tahu si anak mengalami disgrafia, sebaiknya kita tidak terlalu mengharapkannya bisa cepat menulis. Biarkan tetap berjalan dan latih anak sesuai dengan kemampuannya. Dengan proses belajar, lama-kelaman tulisannya akan jauh lebih rapi dan bisa dibaca. Apalagi kini frekuensi menulis tidak sebesar dulu karena sudah ada komputer dan sebagainya. Jadi, jangan dianggap hal ini sebagai gangguan.

sumber : nova

0 komentar:

Posting Komentar