Stress
Stress adalah pengalaman yang bersifat internal yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis dalam diri seseorang akibat darif aktor lingkungan eksternal, organisasi atau orang lain (Szilagyi, 2000). Stress biasanya dianggap sebagai sesuatu yang negatif. Sering dikira disebabkan oleh sesuatu yang buruk, dan disebut sebagai distress. Tetapi ada juga stress yang positif, yang disebabkan oleh sesuatu yang baik, misal dipromosikan untuk kenaikan pangkat dengan diberikan pekerjaan di tempat lain.
Gibson, Ivancevich dan Donnely (1996) mendefinisikan stress sebagai suatu tanggapan penyesuaian, diperantarai oleh perbedaan - perbedaan individu dan atau proses psikologis, akibat dari setiap tindakan lingkungan, situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan kepada seseorang. Definisi tersebut menggambarkan stress sedikit lebih negative
Sedangkan menurut pakar stress, Dr. Hans Selye, memperkenalkan stress sebagai suatu rangsangan dalam pengertian posisif, disebut sebagai Eutress. Eustress membuat individu mampu beradaptasi terhadap lingkungan dan menyebabkan terjadinya perkembangan ke arah yang lebih baik. Eutress diperlukan dalam hidup. Istilah stres diperkenalkan pertama kali oleh Selye pada tahun 1930 dalam dunia Ilmu Psikologi dan Kedokteran. Selye mendefinisikan STRES sebagai:reaksi organisme tubuh terhadap ancaman atau situasi yang menekan. Selye membedakan STRES (reaksi organisme tubuh) dari STRESSOR (penyebab external). Hobfoll (1989), mencoba menerangkan STRES melalui RESOURCES (sesuatu yang berguna dan dicari oleh individu).
Stres sebagai stimulus
Merupakan pendekatan yang menitik beratkan padal ingkungan. Definisi stimulus memandang stres sebagai suatu kekuatan yang menekan individu untuk memberikan tanggapan terhadap stresor. Pendekatan ini memandang stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu.Pendekatan stimulus-respon mendefinisikan stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu. Stres dipandang tidak sekedar sebuah stimulus atau respon, melainkan stres merupakan hasil interaksi unik antara kondisi stimulus lingkungan dan kecenderungan individu untuk memberikan tanggapan.
Akibat Stres
Merokok berkaitan dengan gejala stress. Stres menampakkan diri dengan berbagai cara. Sebagai contoh, seorang individu yang sedang stres berat mungkin mengalami tekanan darah tinggi, seriawan, jadi mudah jengkel, sulit membuat keputusan yang bersifat rutin, kehilangan selera makan, rentan terhadap kecelakaan, dan sebagainya. Akibat stres dapat dikelompokkan dalam tiga kategori umum: gejala fisiologis, gejala psikologis, dan gejala perilaku. Pengaruh gejala stres biasanya berupa gejala fisiologis. Terdapat riset yang menyimpulkan bahwa stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan detak jantung dan tarikan napas, menaikkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan memicu serangan jantung. Stres yang berkaitan dengan pekerjaan dpat menyebabkan ketidakpuasan terkait dengan pekerjaan. Ketidakpuasan adalah efek psikologis sederhana tetapi paling nyata dari stres. Namun stres juga muncul dalam beberapa kondisi psikologis lain, misalnya, ketegangan, kecemasan, kejengkelan, kejenuhan, dan sikap yang suka menunda-nunda pekerjaan.
Gejala stres yang berkaitan dengan perilaku meliputi perubahan dalam tingkat produktivitas, kemangkiran, dan perputaran karyawan, selain juga perubahan dalam kebiasaan makan, pola merokok, konsumsi alkohol, bicara yang gagap, serta kegelisahan dan ketidakteraturan waktu tidur. Ada banyak riset yang menyelidiki hubungan stres-kinerja. Pola yang paling banyak dipelajari dalam literatur stres-kinerja adalah hubungan U-terbalik. Logika yang mendasarinya adalah bahwa tingkat stres rendah sampai menengah merangsang tubuh dan meningkatkan kemampuannya untuk bereaksi. Pola U-terbalik ini menggambarkan reaksi terhadap stres dari waktu ke waktu dan terhadap perubahan dalam intensitas stress
Kaitannya Stres terhadap Lingkungan
Interaksi interpersonal
Orang yang sedang stress akan lebih sensitif dibandingkan orang yang tidak dalam kondisi stres. Oleh karena itulah, sering terjadi salah persepsi dalam membaca dan mengartikan suatu keadaan, pendapat atau penilaian, kritik, nasihat, bahkan perilaku orang lain. Obyek yang sama bisa diartikan dan dinilai secara berbeda oleh orang yang sedang stress. Selain itu, orang stress cenderung mengkaitkan segala sesuatu dengan dirinya. Pada tingkat stress yang berat, orang bisa menjadi depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga diri. Akibatnya, ia lebih banyak menarik diri dari lingkungan, tidak lagi mengikuti kegiatan yang biasa dilakukan, jarang berkumpul dengan sesamanya, lebih suka menyendiri, mudah tersinggung, mudah marah, mudah emosi. Tidak heran kalau akibat dari sikapnya ini mereka dijauhkan oleh rekan-rekannya. Respon negatif dari lingkungan ini malah semakin menambah stress yang diderita karena persepsi yang selama ini ia bayangkan ternyata benar, yaitu bahwa ia kurang berharga di mata orang lain, kurang berguna, kurang disukai, kurang beruntung, dan kurang-kurang yang lainnya. Sebuah penelitian terhadap sekelompok karyawan yang bekerja di suatu organisasi menunjukkan, bahwa stress kerja menyebabkan terjadinya ketegangan dan konflik antara pihak karyawan dengan pihak manajemen. Tingginya sensitivitas emosi berpotensi menyulut pertikaian dan menghambat kerja sama antara individu satu dengan yang lain.
Contoh nyata dalam kehidupan
Hidup di kota besar tak bisa lepas dari masalah kemacetan. Ternyata jalan yang macet bisa mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang, salah satunya adalah traffic stress syndrom atau TSS (sindrom stres akibat macet). Saat menemukan kemacetan terkadang seseorang mengalami peningkatan detak jantung, telapak tangan mulai berkeringat hingga kram perut. Kondisi ini kemungkinan menandakan gejala dari TSS. Kemacetan yang terjadi tidak hanya menyebabkan suasana hati seseorang menjadi buruk, tapi juga bisa merusak kesehatan. Dalam studi diketahui seseorang yang mengalami TSS akan mulai muncul gejala stres dalam waktu 3-5 menit, sedangkan orang yang tidak TSS, gejala stres mulai akan muncul jika sudah mengalami kemacetan sekitar 13-14 menit.
"Mengalami TSS akan memiliki dampak yang signifikan terhadap perilaku pengemudi seperti kehilangan konsentrasi, sulit untuk fokus dan mengemudi secara berbahaya atau berisiko," ujar David Moxon, kepala psikologi dari Peterborough Regional College, seperti dikutip dari Roadsafe.org, Senin (9/5/2011). Moxon mengungkapkan kemacetan lalu lintas seperti fenomena bom waktu bagi penderita TSS. Biasanya ia akan mempercepat kecepatannya saat ada kesempatan dan terkadang mengabaikan peraturan yang ada sehingga berisiko mengalami kecelakaan.
Sumber : http://www.baliusada.com/content/view/333/2/
http://id.wikipedia.org/wiki/Stres
http://health.detik.com/read/2011/05/09/073619/1635136/763/sakit-akibat-stres-karena-macet-mengancam-penduduk-kota
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar