Stres Bisa Kurangi Daya Ingat
Sebaiknya jangan sepelekan stres. Sebab, stres ternyata dapat mengurangi daya ingat seseorang. Apalagi, intensitas stres sangat sering. Dalam kehidupan sehari-sehari, ada saja masalah yang dihadapi. Baik itu masalah di tempat kerja, rumah dan lainnya.
Masalahnya bisa berupa bangun kesiangan, macet yang tidak seperti biasanya, ban mobil atau motor yang tiba-tiba pecah di tengah jalan, sementara harus tiba di kantor lebih awal. Belum lagi pekerjaan yang menumpuk.
Semua bentuk permasalahan itu tak bisa dipungkiri bisa menimbulkan stres. Nah, ketika Anda diperhadapkan dalam situasi depresi akibat stres, masalah akan muncul. Menurut dr Rizka Ismailia Puteri Iskandar, di saat seperti itu, tubuh akan merespons yang dalam dunia medis disebut fight/flight response.
Itu merupakan sebuah kondisi yang menentukan dimana seseorang harus memilih untuk bereaksi dengan perilaku agresif atau justru meninggalkan situasi stres. Saat itulah kelenjar adrenal/anak ginjal pada tubuh secara cepat menghasilkan adrenalin.
"Jika ancaman terlalu berat atau menetap setelah beberapa menit, adrenal kemudian melepaskan kortisol yang sering disebut hormon stres, meskipun ternyata kortisol tidak hanya dihasilkan saat situasi stres saja," jelasnya seperti ditulis pada klikdokter.com.
Kortisol dalam jumlah cukup, kata dia, ternyata memiliki efek yang baik pada tubuh seperti meningkatkan letupan energi, meningkatkan fungsi memori, dan meningkatkan imunitas. Namun, sebaliknya, bila tubuh tidak mampu memberikan respons relaksasi yang penting untuk kembali ke fungsi normal tubuh, maka hormon kortisol akan menetap sehingga menyebabkan keadaan yang disebut stres kronik.
Rizka Ismailia menyebutkan, hormon stres yang dikeluarkan berulang kali itu memiliki efek terhadap fungsi otak, terutama memori. "Terlalu banyak kortisol dapat mencegah otak untuk menyimpan memori, atau mengakses memori yang sudah ada.
Dalam artian akan menurunkan daya ingat Anda," jelasnya. Peneliti otak terkenal, Robert M. Sapolsky, telah menunjukkan bahwa stres yang terjadi terus menerus dapat merusak hipokampus, bagian dari sistem limbik pada otak yang merupakan pusat pembelajaran dan memori.
Hormon yang bertanggung jawab adalah glukokortikoid hormon steroid yang dikeluarkan oleh kelenjar adrenal/anak ginjal selama stres, yag dikenal dengan kortikosteroid atau kortisol.
Menurut James McGaugh, direktur dari Center for the Neurobiology of Learning and Memory di University of California, Irvine, efek ini hanya berlangsung selama beberapa jam, sehingga efek kerusakan pada kasus ini hanya sementara. Memori tidak hilang, hanya saja tidak dapat diakses atau sulit diakses selama beberapa waktu. Namun, jika keadaan tersebut terjadi berulangkali dan terus menyebabkan kerusakan pada hipokampus, maka akan mempercepat terjadinya penurunan fungsi hipokampus secara permanen," jelasnya.
Selain mempengaruhi memori, kortisol yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan fungsi kognitif, menekan fungsi tiroid, menyebabkan ketidakseimbangan gula darah, menurunkan kepadatan tulang, menyebabkan penurunan jaringan otot, meningkatkan tekanan darah, menurunkan imunitas dan respons inflamasi tubuh, memperlambat penyembuhan luka, meningkatkan lemak perut yang selanjutnya berhubungan dengan serangan jantung, stroke, dan masalah kesehatan lainnya.
Stres sebenarnya tidak selamanya mendatangkan bahaya bagi kesehatan. Tubuh kita sudah dirancang agar mampu menghadapi situasi seperti itu. Namun, akan berbeda halnya dengan stres lama dan terjadi berulangkali, yang ternyata memiliki pengaruh pada otak. Hidup di kota besar yang penuh dengan tekanan memang harus disiasati dengan baik. (kc/syn)
Sumber : http://www.fajar.co.id/index.php?option=news&id=77014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar